MISTERI HILANGNYA KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Wiro Sableng
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Fanfiction By : Rio TF Sempre
SATU
Udara pagi di bawah kaki gunung begitu sejuk, dan nampak pula butiran - butiran embun yang bertebaran di atas rerumputan hijau, dan tetes - tetes embun yang jatuh dari dedaunan pohon seakan melengkapi kesejukan pagi yang dingin menyengat kulit semua mahkluk yang bernafas.
Di sekeliling dan di kejauhan rimba terdengar kicauan burung - burung yang bersahut - sahutan seakan tak mau kalah dengan suara binatang - binatang hutan lainnya yang menghuni alam rimba. dan semua suara itu mengema dan membaur menjadi lantunan nada - nada alam rimba dalam menyambut sang mentari pagi di ufuk timur.
Di sebuah gua di dalam hutan nampak seorang pemuda berpakaian serba putih duduk diatas batu, dan di depannya ada tumpukan ranting - ranting kayu kering yang terbakar oleh api. di sebelah kanannya ada tusukan daging buruan yang akan dipanggangnya diatas bara api.
"Hmmm... ini cukup buat sarapan pagi aku"
gumam si pemuda yang tak lain adalah muridnya eyang Sinto Gendeng, sembari meletakan tusukan daging diatas dua bongkahan batu yang dijadikannya tungku dan sambil membolak - balikan daging buruannya ia pun mengendurkan ikatan buntil perbekalannya lalu mengeluarkan dua batang umbi ubi kayu yang ditukarnya dengan ayam hutan hasil dari jebakannya.
"Haahhh...untung aku dapat ayam hutannya, kalo tidak mana ada uang atau emas hahaha..." Wiro yang merasa lucu dengan perkataannya sendiri mengeluarkan tawa kecilnya.
🙄 "Emm... apa mending aku ikuti saja saran nyi Roro Manggut nih. Emm... jadi prajurit kerajaan biar bisa dapat sekeping dua keping perak sebagai upah ? 🤔 hehehe.... "
Waktu pun berlalu begitu cepat, disaat mana si pemuda murid Sinto Gendeng itu akan melanjutkan perjalanannya menemui sang guru yang mendiami puncak gunung Gede.
"Ah, eyang guru...."
gumam Wiro disertai keluhan panjang
"Apa benar yang dikatakan Pandan Wangi ?"
bisik Wiro seakan - akan bercakap dengan dirinya sendiri. Namun tak disadarinya kalo ada sepasang mata sedang mengamatinya di antara pepohonan rimbun di depan dan dengan kekuatan pendengaran yang sakti sesosok bayangan yang berada di antara pepohonan itu mendengar bisikan dan bahkan desahan nafas atau suara detakan jantung serta denyutan nadi Wiro tertangkap jelas oleh sosok misterius yang tak jauh dari gua batu tempat Wiro melewatkan malamnya.
"Ah, aku harus cepat melihat keadaan eyang guru" gumam Wiro dalam hati sambil memegang tabung air dari batang bambu. Namun belum sempat diteguknya, tiba - tiba dengan kecepatan luar biasa satu benda melesat dari pepohonan rimbun lalu menyambar tabung bambu serta menghempaskannya ke arah batu yang tadinya diduduki Wiro.
"Hiaaattt...." dengan sigap Wiro menghindari terjangan benda asing itu, tapi ia makin terkejut manakala melihat tabung bambunya yang tak terbelah atau terhempas berserakan atau pun hancur seketika.
"Hah, keparatttt... siapa yang melakukan ini?"
Wiro Sableng yang merasa dirinya diserang, langsung mempersiagakan diri lalu berseru dengan suara lantang menantang.
"Hei, kau kisanak. Siapa sebenarnya dirimu ? tunjukanlah dirimu jika kau seorang ksatria !!! aku menantang kau saat ini dan di tempat ini, tunjukanlah dirimu dan lawanlah aku secara jantan !!!" tantang Wiro dengan teriakannya pada sosok misterius yang tak terlihat olehnya, namun seakan terbentur kehampaan dan tak dihiraukan sama sekali sosok misterius tak menampakan diri dan hanya terdengar desiran angin yang mengerakan ranting - ranting dan daun - daun pepohonan. Tetapi alangkah terkejutnya Wiro manakala ia melihat kabut putih mulai menyelinap dari antara pepohonan dan semak lalu dengan cepat menutupi dan membatasi serta menghalangi jarak pandang sang pendekar 212.
"Haahhh... apa ini ? kabut ? apakah ini semacam ilmu yang dikeluarkan oleh orang misterius itu ??" tanya Wiro dalam bisikannya.
"Jangan - jangan ini adalah kabut setan seperti yang diceritakan oleh kakek segala tahu bahwa dahulu pernah ada kabut setan yang menyebar dan menyelimuti daerah sekitar air terjun Kambang Ayu dan kata kakek segala tahu bahwa kabut itu telah memakan banyak korban pendekar - pendekar sakti dari berbagai aliran yang berusaha mendapatkan sebongkah pecahan logam yang jatuh dari langit. lagi pula menurut cerita yang diturunkan oleh kakek dan neneknya kakek segala tahu bahwa kabut itu akan menyelubungi barangsiapapun yang mendekati tempat benda langit itu. dan barangsiapa tak mampu melampaui energi pemusnah yang dilepas oleh kabut tersebut akan.
DUA
....tumbang dan hanya menyisakan tulang belulang dalam hitungan waktu yang singkat. Lagi kata kakek segala tahu hanya beberapa orang pendekar yang lolos dari kabut terkutuk itu, termasuk Ken Arok yang menjadikan pecahan logam langit tersebut menjadi keris sakti dengan bantuan Empu Gandring. hmm... semoga ini kabut tidak demikian karena aku tak memiliki ilmu untuk menghadapi kabut yang mematikan seperti itu" harap Wiro dalam hati. Namun tiba - tiba dalam sekejap mata satu benda seperti cakram melayang gesit ke arah Wiro Sableng yang berdiri dalam kesiagaannya
"hiaaattt... hiaaaa.."
Wiro mengayungkan ke udara kapak maut naga geni 212 yang ditariknya dari balik baju.
Dan benturan kapak naga geni dengan benda cakram perak seukuran bunga matahari itu menimbulkan pantulan energi balik yang dahsyat dan menyebabkan sang pendekar Naga Geni terpental beberapa jarak jauh dari mulut gua.
"Oupsss...keparattt, dadaku"
sembari tangan kanannya merabah dadanya dan muka yang terlihat pucat perih mengambarkan kesakitan yang ia rasakan akibat benturan Kapak Naga Geni dengan Cakram Matahari yang dilepaskan dari antara pepohonan rimbun oleh sosok misterius yang sedang menguntit dan mengamati gerak - gerik si pemuda sableng muridnya Sinto Gendeng. namun ia lebih terkejut manakala menyadari bahwa kapak Naga Geni 212 yang dilemparkanya untuk menahan benda berbentuk cakram itu telah lenyap.
"Ah, sialan. aku harus temukan kapak Naga Geni.....??!" namun belum sempat dilanjutkan kata - katanya, terdengar gema suara dalam tebalnya kabut yang semakin pekat,
"Wira Saksanaaa... apa kau mendengarkan aku...?"
gema suara sosok misterius seakan mengalir melalui ringga - rongga asap kabut, dan tebalnya kabut seakan menjadi dinding pemisah suara - suara dari luar untuk menembus.
"Siapa sebenarnya kau ki sanak ?, a, ap... apa aku mempunyai urusan dengan engkau ?"
Dalam kungkungan kabut tebal Wiro menjawab sosok misterius tersebut dengan.
TIGA
.....tegas, namun rasa sakit di dadanya seakan ditekan oleh suaranya sendiri dan membuatnya harus terbata - bata lalu menyeimbangkan nada suaranya serendah mungkin
"Wiro Sableng, apa yang kau khawatirkan mengenai Sinto Gendeng gurumu adalah benar dan apa yang disampaikan oleh gadis berambut pirang kekasihmu itu benarlah adanya. Dan dia mesti bersyukur bahwa ia bisa lolos dari incaran Lima Iblis Rambut Baja saat ia disuruh dengan paksa oleh gurumu yang terdesak dalam pertarungan melawan Lima Iblis Rambut Baja"
Kata - kata yang disampaikan oleh sosok misterius dalam ketebalan kabut seakan menguraikan semua yang telah terjadi, hingga membuat si pemuda berambut panjang sebahu itu semakin terkejut dan penasaran "siapa sebenarnya ki sanak ?, mengapa ki sanak mengetahui hampir sebagian perjalanan dan kisah hidupku ??" tanya Wiro dengan nada datar penuh rasa penasaran.
"Hahaha.... Wiro Sableng, sebenarnya kau telah kehilangan sesuatu dan kau telah lupa sesuatu hal, hahaha..... hahaha......" tawa terbahak - bahak sosok misterius dalam kepekatan kabut, membahana dan mengema di telinga Wiro, yang membuatnya sadar bahwa orang yang dihadapinya saat ini di luar kemampuannya untuk menyamai. dan ia pun menyahut balik "apakah maksudmu kapakku ?, dan kalo benar, mengapakah engkau menyerangku dan mengincar senjata pusakaku ?" tanya Wiro yang mencoba untuk berbicara dengan nada yang tinggi dan tegas, namun kembali tersiksa oleh perih yang ia rasakan di dadanya.
"Hahaha..... anak muda, kamu sebenarnya telah kehilangan sesuatu yang menjadi sifat dan kebiasaanmu di tempat ini. hahaha..... kamu telah lupa hahaha....." gelak tawa sosok misterius dalam kabut mengelegar dan membuat Wiro Sableng tertusuk hatinya.
"Manusia aneh, manusia edan, ditanya malah jawab dengan tawa haha kamu telah kehilangan haha ?, sialan ini orang" bisik Wiro pada dirinya sendiri dan baru saja ia selesai, suara sosok misterius dalam kabut tebal kembali.
EMPAT
..... terdengar "anak muda, aku tidak edan dan aku belum edan sebab aku tidak mau jadi orang edan seperti bisikanmu. tapi kamulah yang telah melupakan dan kehilangan sablengmu saat ini, hahaha..... janganlah bersusah - susah tuk menantangi aku bertarung, karena kau sedang membutuhkan dan sangat membutuhkan penawar racun dan obat pemulih untuk bagian dalam tubuhmu yang terluka akibat benturan tadi. Ya, kamu mengalami pendarahan dalam tubuhmu dan kini tak punya banyak waktu lagi dan kamu tak akan melihat matahari siang tepat diatasmu hari ini, walau pun kabut ini telah menghilang nantinya. karena racun akibat dari benturan tadi telah menyatu dalam darahmu"
"Oh, iya aku harus melanjutkan tujuan perjalananku karena yang mengutus aku sedang mengawasiku. Baiklah pemuda, aku pergi....." dalam ketebalan kabut sosok misterius mengakhiri penjelasan panjangnya dan hendak pergi, namun Wiro mencegatnya dengan memohon "tunggu,... tunggu ki sanak !, aku tidak berurusan dengan engkau dan aku hanya mendengarkan suaramu, juga engkau telah menyerangku dan merebut kapak pusakaku dan kini engkau hendak pergi tanpa memberitahuku, kenapa kau melakukan semua ini dan kenapa kau tidak menghabisiku sekalian ???"
"Anak muda, anggaplah aku salah seorang dari musuh - musuhmu yang pernah menantangi engkau. hmm... bukankah seorang pendekar yang malang melintang dalam pengembaraan seperti engkau memiliki banyak musuh yang tak bisa diingat satu per satu ?, hmm... anggaplah aku salah seorang dari mereka"
"Oh, iya sebelum aku pergi aku menyarankan kau untuk meminum airmu yang ada dalam tabung bambu itu, sebab kulihat kau berkeringat dingin walau hari masih pagi. kau akan mengetahui semuanya dan kau akan berada dalam setiap peristiwa yang akan terjadi kemudian setelah kau meminum airnya. Aku pergi...."
Sosok misterius mengakhiri perkataannya lalu menghilang bersamaan dengan kabut yang perlahan - lahan tertiup angin dan lenyap..
LIMA
.... meninggalkan Wiro yang masih berdiri termangu beberapa jarak dari mulut gua dan lambat laun ia mulai merasakan kelelahan di sekujur tubuh dan seraya memandang ke arah mulut gua batu, tatapannya terpusat pada tabung air dari bambu yang terdiam diatas batu yang sebelumnya diduduki Wiro saat sedang memanggang daging buruannya.
"Aneh, serangan pertama orang itu yang mengenai tabung bambuku dan terlempar beberapa langkah dari tempat aku berdiri saat hendak meneguk air, kok nggak menghancurkan tabung bambu itu ya ?, apa mungkin airnya juga nggak tumpah kali ?"
Dengan langkah gontai dan sedikit sempoyongan Wiro mendekati mulut gua, lalu tangannya langsung meraih tabung bambu yang terletak diatas batu "aneh ya, satu serangan tenaga dalam yang mengenai benda apa saja pastilah akibatnya benda itu hancur atau setidaknya air yang ada dalam tabung bambu itu tumpah berserakan"
Wiro semakin bingung dengan apa yang sedang terjadi, dan "ahh... dadaku. aduuhh... sial, mataku juga mulai kabur.... ohh, tidak. aku tidak boleh mati dan jika aku hanya pingsan terus ditemukan oleh Lima Iblis Rambut Baja atau musuh - musuhku yang lain, wah... pasti aku mati juga."
"Hmm.... mending aku ikuti kata - kata orang misterius itu dan seandainya aku mati pun biarlah, tapi kalo tidak. ya aku boleh lanjutkan perjalananku menemui eyang guru yang katanya dalam keadaan terluka akibat perkelahian dengan Lima Iblis Rambut Baja"
Tanpa lama - lama Wiro yang wajahnya mulai mengucur dan meneteskan butir - butir peluh, langsung meneguk air dalam tabung bambu miliknya. Tetapi kemudian "wuaaakkk.... apa ini ?" tanya Wiro dengan penasarannya manakala ia memuntahkan suatu benda yang hampir ditelannya andai bendanya lebih kecil lagi "apa ini, segitiga perak ?, sisi sebelahnya berwarna biru tua dan lagi ada guratan seperti tulisan kuno di kedua sisinya. Oh, iya sisi peraknya ada semacam gambar sebuah tahkta dan tahkta yang diatasnya separuh melingkung.
ENAM
..... tujuh bintang, hmm.... apa artinya ???" selidik Wiro yang ingin mengetahui apa sebenarnya benda aneh itu.
Waktu pun berlalu, peluh yang sebelumnya mengucur deras di wajah dan sekujur tubuh Wiro kini lenyap. dan ia pun kini bisa merasakan tenaganya pulih dan segar kembali".
Dan dalam perjalanannya ke puncak gunung Gede setelah ia bertemu dengan sosok misterius, Wiro Sableng berusaha untuk mengelaķ dan menhindari setiap keramaian dusun - dusun pedalamaņ yang dilaluinya dengan maksud menghindari perkelahian dengan pendekar - pendekar jahat apalagi bertemu Lima Iblis Rambut Baja, karena ia tak mau terhalang perjalanannya menemui sang guru. dan karena ia pun telah kehilangan senjata pusaka Kapak Maut Naga Geni 212, walau pun ia masih memiliki ilmu - ilmu kanuragan lainnya namun ia masih trauma dengan sosok misterius yang seakan - akan mempermainkannya dan menganggap kesaktian - kesaktiannya tak pernah ada artinya. Lagian pikirnya ("untuk apa aku singgah melulu, entar ditawari beli ini, beli itu, bayar penginapan, bayar anu..... eheemm.... [mendehem] hehehe..... mana duitnya nggak ada lagi, hehehe...."
"Huup, huup" sambil sesekali mengeluarkan suara, Wiro meloncat dan melewati batang - batang pohon yang kebetulan tumbang di jalan dan berkelebat dengan cepat mengunakan ilmu ringan tubuh yang ia miliki.
Akhirnya perjalanan yang cukup melelahkan itu sampailah di puncak gunung Gede, dan seperti yang diduganya semua hancur berantakan namun untungnya tidak dibakar.
"Eyang guru, mana eyang guru ?" panggil Wiro yang tergesa - gesa menaiki anak tangga pondok yang dahulunya ditempati oleh ia dan eyang Sinto Gendeng. ya, tempat dimana masa kecilnya dilewati di sana kini nampak terobrak - abrik dan sepi tak terlihat penghuni.
"Nek" sambil memanggil Wiro mendorong pintu depan pondok sehingga terbuka lebar, namun tiba - tiba "praakkkk... " sesosok tubuh dalam balutan pakaian warna abu - abu dan berambut putih...
TUJUH
.... panjang berderai di punggung mengambang dihadapan Wiro Sableng dan saking kagetnya murid eyang Sinto Gendeng itu melangkah mundur dan tanpa disadari ia pun tergelincir lalu jatuh bergulingan dari anak tangga atas hingga ke bawah dan untungnya ia tidak jatuh terjerebab di antara celah - celah anak tangga yang terbuat dari balok - balok kayu itu.
"Setan alas, keparat jahanam..... !!!"
Wiro yang bangkit dari tanah setelah terjatuh, kemudian berdiri sembari cacian dan serapah keluar dari mulutnya untuk mengurangi rasa kagetnya dan untuk meredakan detak jantungnya yang kencang bagai derapan kaki - kaki kuda yang sedang memacu. Lalu ia pun memasang kuda - kudanya "huup..." namun sosok berbalut pakaian penuh darah dan berambut putih panjang dengan tali gantungan terlilit pada lehernya seakan terus menghantui benak Wiro dan menyebabkan sendi - sendi kaki juga tangannya menjadi kaku dan gemetaran "sial, apa ini ?, kuda - kudaku kok jadi seperti ini, haahh... entar dikira aku lagi pasangin kambing - kambing lagi" bisik Wiro pada dirinya seraya memperbaiki posisi kesiagaannya. Namun tiba - tiba dari arah belakang
"Nak Wiro" suara seseorang yang muncul dari semak - semak yang tak jauh dari Wiro berada seakan - akan ledakan suara geledek yang hampir - hampir mencopotkan jantung Wiro, dan "wooouuuw...." dengan cepat Wiro pun menarik kuda - kuda kakinya dan lari terpontang - panting ketakutan sembari memekik ia berusaha menjauh dari suara yang tiba - tiba memanggilnya. Lalu Wiro pun berhenti manakala mendengar suara tersebut sekali lagi memanggilnya "Wiro, Wiro... ini aku Hang Damar. jangan takut nak Wiro, ini aku paman Hang Damar"
Wiro yang tadinya lari terbirit - birit kini menghentikan langkahnya dan dengan cepat menoleh ke belakang, karena dalam hatinya ia berpikir ("aku harus menoleh ke arah suara itu dengan cepat - cepat dan kalo itu benar paman Hang Damar maka aku boleh menghampirinya, tapi kalo itu ...
DELAPAN
.... adalah sosok haņtu paman Hang Damar dan eyang guru Sinto Gendeng, maka aku bisa cepat - cepat meloloskan diri. Hii.... seraaammm.... eyang guru waktu masih hidup aja gendengnya minta ampun, apalagi hantunya, hiii... pasti lebih seram dan lebih gendeng")
"Nak Wiro, ini aku. lihat ! kakiku nggak mengambang diatas tanah kan ?" seru lelaki paruh baya yang tak lain tak bukan adalah ayah asuhnya Pandan Wangi atau Bidadari Angin Timur.
"Paman Haņg Damar, benarkah kau bukan hantu ?" Wiro menanyai sosok lelaki separuh baya yang berada agak jauh darinya. Tatapan mata Wiro begitu tajam ke arah lelaki yang memanggilnya dan seakan mencoba meyakinkan diri bahwa lelaki yang sedang mengangkat tangan kanan sambil melambai - lambai ke arahnya benar - benar manusia yang mempunyai raga atau setidaknya bukanlah zombi atau mayat hidup.
"Wiro, ini aku ayah angkatnya nyai Pandan Wangi dan aku masih hidup" ucap lelaki separuh baya itu untuk meyakinkan Wiro. Dan keduanya pun berjalan saling menghampiri.
"Ah, paman. ternyata paman masih hidup" ucap Wiro dengan senyuman di bibirnya, lalu "Wiro, apa Pandan Wangi yang mengabari kamu tentang semua yang terjadi di sini ?" tanya Hang Damar, yang nampak menyungingkan senyum di bibirnya manakala ia melihat sikap Wiro yang was - was dengan keberadaannya, dan itu terlihat jelas dari sikap Wiro yang menjaga jarak beberapa tapak saat berbicara dengan Hang Damar.
"Paman Hang Damar, maaf sedari tadi aku selalu menjaga jarak dan tak bersalaman layaknya orang yang baru ketemu, ahh....." sambil menghela nafas disela - sela penjelasannya, Wiro manambahkan "paman Hang Damar sebagai manusia entah sesakti apa pun dia, selain ia memiliki perasaan dendam dan benci, ia pun memiliki kelembutan cinta kasih. dan sehebat apa pun manusia, jika ia memiliki keberanian bukan berarti ketakutannya telah hilang sama sekali. tetapi ketakutan itu akan hadir dikala keberanian kita terkikis oleh segala...
SEMBILAN
.... kemalangan dan petaka yang menerpa kehidupan kita. Ya, seperti yang kualami saat ini dan aku harus mengakuinya bahwa inilah saat yang paling menyeramkan dan menakutkan dalam perjalanan hidupku. haahhh.... gimana tidak, tadi aku mencari eyang guru di pondok itu, tetapi alangkah terkejutnya aku melihat sosok seperti eyang guru yang tergantung lemas dan sangat mengagetkanku karena tiba - tiba sosok mayat itu mengambang dihadapanku dengan rambut berderai di punggungnya, hiii..... menyeramkan" dengan panjang lebar Wiro menjelaskan semuanya ke Hang Damar.
"Nak Wiro, apa nak Wiro lihat wajah sosok mayat yang digantung dalam gubuk gurunya nak Wiro ?" tanya lelaki separuh baya itu heran. Karena semenjak tujuh hari setelah kejadian perkelahian eyang Sinto Gendeng dan Lima Iblis Rambut Baja bersama - sama anak buahnya yang datang berkuda diiringi lima belas anak buahnya, lalu memporak - porandakan dua pondok beratap rumbia yang ada di puncak gunung Gede dan semenjak Bidadari Angin Timur disuruh Sinto Gendeng untuk pergi meloloskan diri, saat itulah Hang Damar pun lebih memilih mengasingkan diri dari puncak gunung Gede.
"Paman Hang Damar, a, ak... aku tak melihat mukanya. karena ia digantung dengan punggung menghadap ke arah sini, ya maksudku hanya melihat bagian punggungnya yang menghadap ke pintu masuk" jawab Wiro yang agak terbata - bata seraya matanya menoleh ke arah pintu pondok yang sudah tertutup kembali.
"Aneh, siapakah sebenarnya perempuan yang digantung itu ???" ujar Hang Damar....
SEPULUH
"Sreeekkk..... buku novel yang ada di tangan Noela yang sedang membaca terjatuh di dadanya dan "idiiihhh..... kak Rio, orang lagi asyik - asyik baca malah diganggu, emmm..." keluh Noela dengan muka cemberutnya ia menatap Rio 👀
"Eh, kamu tuh.. ya. disuruh nenek tidur siang eh, kamu malah baringan di sofa. Lagian cara bacanya kamu itu tuh yang bikin bising telingaku, habis mo istirahat siang ehh... malah dengarin kamu ngebaca kaya burung beo jadi nggak bisa pejamkan mata. Hmmm... untungnya siang hari, kalo malam sumpah deh, aku bakal bakarin novelmu itu, tau" 🙄😠Rio yang tidak biasa marahin atau bentakin adiknya ini, sekarang terlihat keras dan tegas.
"Ka kak... kan salah sendiri, kenapa nggak tutup kupingnya ?" 🤔👅🙆 Noela membalas perkataan Rio.
"Eh... kalian berdua, udah, udah... !!! dan kamu Noela, bacaanmu itu bisa nggak ya, dihentikan sejenak ?, lagian semalam kamu nonton TVnya sampai jam satu terus paginya berangkat ke sekolah dan sekarang kamu..... hmmm....." nenek Naomi yang melerai kedua kakak beradik itu geleng - geleng kepala melihat kelakuan cucu - cucunya tersebut.
"Ya nek, kak Rio tuh..." seru Noela mengadu
"Eh, apaan aku. kamu tuh" Rio balik membantah sambil dicubitnya lengan Noela dan Noela pun memegang buku novelnya dan dengan buku tersebut ia memukul - mukul punggung Rio yang berbalik hendak menuju kamarnya. Dan keduanya pun melangkah ke kamar masing - masing untuk istirahat siang.
"Huuuhhh..... cucu - cucuku edan, ribut melulu. Pusiiiingggg..... aku" keluh nenek Naomi yang berdiri di pintu kamarnya sambil memandangi kedua cucunya itu masuk ke kamar masing - masing.
-------------- T A M A T ---------:
WARNING :
Cerita ini Hanya untuk hiburan semata.
Dipersembahkan Khusus untuk seluruh pengemar serial wiro sableng pendekar kapak maut naga geni 212. Karya Bastian Tito.
0 $type={blogger}: