Pagar Misterius Sepanjang 30,16 Km Membentang di Laut Tangerang, Siapa yang Pasang?
Pemisah pembatas laut sepanjang 30,16 kilometer membentang di perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
Pagar tersebut meluas dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di kawasan perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susiyanti, mengatakan, bentuk pagar laut terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter.
Atas atapnya, dipasang anyaman bambu, parasol, dan juga diberikan pemberat berupa karung berisi pasir.
.
Panjangnya sebanyak 30,16 km meliputi 16 kecamatan. Rincinya adalah tiga desa di Kecamatan Kronjo, tiga desa di Kecamatan kemiri, empat desa di Kecamatan Mauk, satu desa di Kecamatan Kubasuki ahir, tiga desa di Kecamatan Pakuhaji, dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.
Sekitar 30,16 km garis Pantai itu merupakan kawasan umum yang berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2023 mencakup area pelabuhan laut, zona perikanan perairan tangkap, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona energi pengelolaan, zona perikanan budi daya, serta melintasi skema pembangunan waduk muara pantai yang diinisiasi oleh Bappenas.
"Di sekitar kawasan ini, terdapat 6 kecamatan dengan 16 desa. Masyarakat pesisir yang berdomisili disana banyak yang bekerja sebagai nelayan. Jumlah nelayan yang mengapung berjumlah 3.888, kemudian ada 502 pengelola perikanan laut," ujarnya.
Saat berbicara dengan harian sustra, Chairani menjelaskan, iaengungkapkan, pihaknya mendapatkan berita tersebut pada tanggal 14 Agustus 2024.
Mereka langsung melaksanakan aksi di lapangan pada tanggal 19 Agustus 2024.
Dari kunjungan ke lapangan, ada kegiatan pemagaran laut pada saat itu yang masih panjangnya sekitar 7 km.
"Kemudian setelah itu, pada tanggal 4-5 September 2024, kami bersama dengan Polsus dari PSDKP (Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) KKP dan juga tim gabungan dari DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan), kami bergabung kembali ke lokasi untuk bertemu dan berdiskusi," katanya.
Grupnya akan dibagi menjadi dua kelompok pada 5 September 2024.
Pertama, satu tim langsung memasuki lokasi, sementara tim lainnya berkoordinasi dengan camat dan beberapa kepala desa setempat.
Pada saat itu, informasi yang diperoleh adalah bahwa tidak ada rekomendasi atau izin dari kepala desa maupun dari pemerintah desa terkait pembatasan lautan di daerah tersebut.
Pada masa itu, tidak ada keluhan dari masyarakat terkait pembatasan sekitar penempatan kawanan naga tersebut.
Pada 18 September 2024, Eli dan tim akan melanjutkan patroli bersama dengan Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang dan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI).
Saat itu, DJPD Banten meminta aktivitas pemadaman hakim dihentikan.
"Terakhir kami melakukan pemeriksaan bersama dengan TNI Angkatan Laut, Polairut, PSDKP KKP, PUPR, Satpol-PP, dan Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang. Kami bersama-sama melaksanakan investigasi di sana, dan kepanjangannya telah mencapai 13,12 km. Terakhir sebenarnya sudah 30 km," ujar Eli.
Ia menyatakan bahwa timnya akan terus berusa diri bersama pihak lain untuk menangani kesulitan tersebut.
Sementara itu, Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI) Rasman Manafii menekankan bahwa bila ada penggunaan ruang laut lebih dari 30 hari, maka wajib memiliki beberapa izin, seperti izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
"Kegiatan di laut harus ada izin lingkungan kalau di atas kegiatan 30 hari," kata Rasman.
Oleh karena itu, dia meminta ijin KKPRL dari pemagaran laut di wilayah tersebut; jika tidak menerima ijin tersebut, maka dinilai melakukan pengecoran dekrit administratif.
Gabung dalam percakapan